Pandeglang – Ratusan pengungsi di Desa Labuan, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten tidur seadanya. Beberapa di antara pengungsi itu bahkan harus rela tidur di teras rumah toko (ruko).
Kasriah (60 tahun) merupakan salah satu pengungsi dari Desa Teluk, Kecamatan Labuan. Ia memilih mengungsi karena tempat tinggalnya berada dekat dengan pantai.
“Masih takut balik ke rumah,” kata dia, Senin pagi (24/12).
Ia menjelaskan, kejadian tsunami pada Sabtu malam berlangsung dengan cepat. Tak ada tanda-tanda gempa bumi atau peringatan kepada warga sekitar.
“Ada ombak gede, semua lari ke mana-mana. Pada teriak tolong. Cucu nggak dibawa. Sampai siamg baru balik lagi bawa cucu,” ucap dia sambil menunjuk kedua cucunya yang masih terlelap di emperan toko di Jalan Jenderal Ahmad Yani itu.
Rudi (31), yang juga merupakan warga Desa Teluk mengatakan ketika tsunami datang, banyak orang sedang berada di acara hajatan di bibir pantai. Menurut dia, air memang sempat surut beberapa saat. Namun, tak banyak orang yang menyadarinya.
“Tahu-tahu air balik sekitar lima meter (tinggi), jadi pada lari,” kata dia.
Ketika itu pula, para warga langsung lari ke arah perbukitan. Rudi langsung mengungsikan anak dan istrinya ke rumah saudaranya yang jauh dari pantai. Dirinya memilih kembali ke posko pengungsian yang berada di Desa Labuan agar bisa tetap mengontrol kondisi rumahnya.
Ia rela harus tidur beralaskan tikar seadanya dan hanya berselimut sarung di teras-teras. Posko pengungsian yang terbatas itu sudah penuh oleh warga yang umumnya didominasi perempuan dan anak.
“Di sini pengumgsi perlu tempat tidur dan selimut. Kalau makaman masih aman,” kata dia.
Pada Ahad (23/12), ia sempat kembali melihat rumahnya. Di rumah itu, masih terdapat genangan air sekitar 50 sentimeter. Sementara rumah lainnya ada juga yang hancur tertimpa ombak.
Menurut dia, beberapa rekannya juga ditemukan meninggal dunia, karena saat kejadian berada di perahu. Sementara yang lainnya masih belum diketahui keberadaannya.
“Perahu hampir semua hancur. Kalau ada yang selamat juga paling 60 rusak. Kalau yang hancur total nggak bisa dipakai lagi,” kata lelaki yang berprofesi sebagai nelayan itu.
Ia berharap, jika bencana selesai pemerintah bisa membantu memperbaiki perahu milik para nelayan. Perahu-perahu itulah yang menjadi tumpuan hidup rata-rata warga di Desa Teluk. (rep)