Serang – Gubernur Banten Wahidin Halim melalui tenaga ahlinya mengeluarkan seruan untuk boikot Radar Banten dengan menginstruksikan seluruh instansi vertikal di bawah Pemprov Banten tidak menjadikan media cetak milik Jawa Pos Group itu menjadi sumber rujukan informasi.
Boikot Radar Banten diserukan karena salah satu koran terbesar di Banten ini pemberitaannya dinilai tidak objektif dan mengabaikan prinsip keadilan terhadap semua pihak yang menjadi objek berita.
“Kepada seluruh OPD, sekolah-sekolah di bawah pengelolaan dan tanggungjawab Pemprov Banten, seluruh stake holder yang berhubungan dan berkepentingan dengan pemprov Banten untuk tidak menjadikan harian Radar Banten sebagai rujukan informasi maupun bekerjasama dengan harian tersebut,” ungkap Tenaga Ahli Gubernur Banten Bidang Media dan PR Ahmad Ikhsan dalam siaran pers yang diterima, Minggu (19/8/2018).
Menurut Ikhsan, selain tidak objektif dan mengabaikan prinsip cover both side, wartawan Radar Banten tidak pernah meminta tanggapan atau pendapat Gubernur Banten Wahidin Halim yang dijadikan objek pemberitaan. Alih-alih mengonfirmasi, wartawan Radar Banten malah cenderung menyerang personaliti Wahidin Halim, bahkan memelintir kebijakan yang diambil oleh Pemprov Banten.
“Wartawan Radar Banten telah melanggar Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang pengesahan SK Dewan Pers, Nomor: 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers, Pasal 1 yang berbunyi wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk, kemudian melanggar pasal 3 dikatakan bahwa wartawan Indonesia selalu menguji informasi dan memberitakannya secara berimbang,” terangnya.
Radar Banten Gunakan Pengaruh untuk Kepentingan Kelompok
Ikhsan beranggapan, sikap Radar Banten melalui pemberitaannya sangat membahayakan kebutuhan akan informasi yang sehat, positif, konstruktif dan berimbang yang diperlukan dalam komunikasi pembangunan. Pemberitaan Radar Banten tentang Pemprov Banten, khususnya tentang pendidikan gratis justru sebaliknya, menimbulkan fitnah, tidak berdasar fakta, menimbulkan keresahan dan kegaduhan serta memberikan informasi dan intrepretasi yang sesat kepada masyarakat.
“Dalam konteks ini sebenarnya harian Radar Banten telah gagal memerankan dirinya sebagai media yang seharusnya menjadi sumber informasi yang dibutuhkan untuk pembangunan dan masyarakat. Radar Banten justru menggunakan pengaruhnya untuk kepentingan kelompok dan kepentingan sesaat,” sebutnya.
Ikhsan meminta kepada Plt Sekda Pemprov Banten agar membuat edaran resmi dalam satu-dua hari ini untuk tidak menggunakan Radar Banten sebagai bagian dari media yang digunakan oleh seluruh OPD. Begitu pula Sekdis Dindik Banten, agar membuat edaran resmi ke seluruh sekolah dibawah binaan pemprov agar melakukan hal yang sama.
“Gubernur juga meminta kepada wakil gubernur untuk melakukan pengawasan terhadap instruksi ini. Jika dilanggar akan ada evaluasi secara khusus. Adapun kebutuhan informasi yang diperlukan dalam komunkasi pembangunan, Gubernur berpendapat masih banyak media lokal di Banten yang lebih sehat, objektif, positif dan konstruktif yang dapat dijadikan rujukan informasinya oleh masyarakat maupun pemerintah,” katanya.
Pemberitaan Negatif Dipicu Terhentinya Alokasi Iklan
Pemberitaan negatif terkait Pemprov Banten di Radar Banten, lanjut Ikhsan, dipicu ditutupnya alokasi dana publikasi di setiap OPD. Pemprov Banten sejak Wahidin Halim menjabat memutuskan alokasi iklan menjadi satu pintu di Dinas Kominfo Banten.
Sebelum keputusan tersebut, Radar Banten, selalu mendapat dana belanja publikasi dari APBD Banten setiap tahunnya dengan nilai puluhan miliar.
Ikhsan mengungkap, terbitnya kebijakan belanja iklan satu pintu, diduga secara kuat menimbulkan motif politik untuk mendiskreditkan serta mencitra-burukkan Pemerintahan Provinsi Banten di bawah kepemimpinan WH dan Andika dengan tujuan mendapatkan kembali penganggaran dana publikasi dari APBD Banten.
“Disatu-pintukannya anggaran publikasi di Dinas Kominfo Banten, disebabkan karena besarnya potensi korupsi yang terjadi sebelumnya,” tutupnya.
Bantahan Radar Banten
Sementara Pempinan Redaksi Radar Banten Ahmad Lutfi membantah telah membuat pemberitaan yang tidak objektif. Apalagi apalagi melanggar kode jurnalistik saat melakukan kerja-kerja jurnalistiknya. Lutfi juga mempertanyakan pemberitaan mana yang mengarah kepada fitnah.
“Tidak ada yang dilanggar kode etik. Kalau berita Radar dituding fitnah, berita yang mana? Sebab semua berita yang ditulis Radar sudah memenuhi kaidah jurnalistik , check and recheck, serta memenuhi cover both side. Tidak asal terbit,” kata Lutfy melalui pesan WhatsApp, Senin, (20/8/2018).
Sebagai fungsi pers, kata dia, setiap pemberitaan tidak pernah menyerang pribadi Wahidin Halim selaku kepala daerah. Selama ini, pihaknya hanya mengkritik kebijakan-kebijakan sebagai kepala daerah.
“Radar pun selama ini dalam pemberitaan tak pernah menyerang secara pribadi, semua pemberitaan masih sebatas mengkritisi kebijakan WH sebagai kepala daerah,” terangnya.
Menurut Lutfi, tidak adakaitannya pemberitaan Radar Banten yang dianggap negatif yang ditudingkan Pemprov untuk kepentingan kelompok dan terhenti alokasi iklan.
“Itu tidak ada sangkut-pautnya dengan berita yang kritis,” katanya.
Aksi Boikot Radar Banten Preseden Buruk
Saat ditanya, aksi pemboikotan Pemprov Banten kepada Radar Banten merupakan upaya penyensoran karya-karya Jurnalistik. Menurutnya, kejadian tersebut preseden buruk terhadap pers di Banten yang bisa menimpa siapa saja.
“Saya melihatnya begini. Pers punya peran sebagai kontrol sosial terhadap kebijakan pemerintah. (Sebagai) watch dog (anjing penjaga). Pejabat publik mestinya tidak alergi terhadap kritik. Aksi boikot ini preseden buruk bagi pers di Banten yang bisa menimpa siapa saja. Kalau tidak senang dengan berita pers, silakan adukan ke Dewan Pers. Nanti Dewan Pers yang akan menimbang . Tidak asal main boikot saja,” pungkasnya. (red/man)