Jakarta – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menilai usulan menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada amandemen UUD NRI 1945 saat ini dapat disebut hanya tinggal wacana karena waktunya sudah mendekati pemilu.
“Usulan untuk menghidupkan kembali GBHN dalam amandemen harus didukung minimal 1/3 dari jumlah anggota MPR RI. Jumlah anggota MPR RI adalah jumlah anggota DPR RI plus jumlah anggota DPD RI, sebanyak 692 orang,” kata Hidayat Nur Wahid saat menyampaikan materi Empat Pilar MPR di hadapan sekitar 300 mahasiswa dan pelajar di Zona Madina, Kecamatan Parung, Bogor, Jabar, Kamis (5/7/2018).
Menurut Hidayat Nur Wahid, usulan untuk menghidupkan GBHN tersebut dapat dibahas dalam rapat paripurna MPR RI jika didukung minimal 2/3 anggota MPR RI. Namun, sampai saat ini belum ada usulan dari fraksi-fraksi di MPR RI yang memenuhi persyaratan hingga 1/3 anggota MPR RI, apalagi 2/3 anggota MPR RI.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan, sebelumnya Fraksi PDI Perjuangan yang bersikukuh mengusulkan untuk menghidupkan kembali GBHN melalui amandemen terbatas UUD NRI 1945. Kemudian, kata dia, Partai Golkar juga mendukung usulan tersebut. “Tapi jumlah kursi Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Partai Golkar, sebanyak 200 kursi atau 28,90 persen, belum memenuhi syarat usulan,” katanya.
Hidayat menambahkan, saat ini belum ada lagi yang mengusulkan untuk menghidupkan GBHN dan bahwa PDI Perjuangan maupun Partai Golkar pun tidak terdengar lagi usulannya. “Kalau pun sekarang ada usulan untuk menghidupkan kembali GBHN, waktunya untuk memproses usulan tersebut sudah tidak cukup lagi,” katanya.
Mantan Ketua MPR RI ini menjelaskan, masa kerja anggota MPR RI periode 2014-2019 hingga September 2019 dan saat ini sudah memasuki masa pendaftaran calon anggota legislatif (caleg) untuk DPR RI dan DPD RI periode 2019-2024. “Konsentrasi fraksi-fraksi sudah mempersiapkan pemilu legislatif dan pemilu presiden 2019,” katanya.
Di sisi lain, Hidayat mengakui setelah GBHN dihapus dalam proses amandemen UUD 1945 menjadi UUD NRI 1945, arah pembangunan nasional menjadi seperti jalan di tempat. Menurut dia, arah pembangunan nasional ditentukan berdasarkan visi dan misi presiden terpilih yang kemudian dibakukan menjadi Rancangan Pembangunan Jangka Menengah serta Rencana Kerja Pembangunan Nasional (RPJM dan RKPN).
Menurut Hidayat, arah pembangunan nasional Indonesia jika dibandingkan dengan pembangunan nasional negara-negara tetangga di Asia Tenggara, Indonesia terlihat ketingglan.
Dia mencontohkan, Malaysia pada tahun 1980-an banyak belajar dari Indonesia dan bahkan mendatangkan guru-guru dari Indonesia untuk mengajar di Malaysia. “Saat ini, mahasiswa Indonesia belajar di Malaysia,” katanya.
Demikian juga Vietnam, pada tahun 1980-an, manusia perahu dari Vietnam mengungsi di Indonesia dan banyak belajar soal pertanian dari bangsa. “Saat ini Indonesia mengimpor beras dari Vietnam,” katanya. (ant)