Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP Arsul Sani menyatakan Pansus Revisi UU Terorisme telah menyepakati pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada penanggulangan terorisme. Di dalam revisi UU tersebut, pun terdapat pasal tentang pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme.
Meski begitu, Arsul melanjutkan, ketentuan dan mekanisme detailnya harus dituangkan dalam sebuah Peraturan Presiden (Perpres). Perpres ini disusun setelah melalui konsultasi dengan DPR. Perpres ini juga sebagai sebuah keputusan politik negara yang memberikan wewenang kepada Presiden untuk melibatkan TNI dalam penanggulangan terorisme.
“Berdasarkan kebutuhan situasional tanpa harus berkonsultasi lagi dengan DPR untuk setiap kasus terorisme yang sedang dihadapi,” ucapnya.
Wacana revisi UU Terorisme kembali menyeruak ke publik setelah terjadi aksi teror di sejumlah daerah beberapa hari belakangan. Revisi tersebut belum rampung sehingga sampai saat ini belum disahkan. DPR dan Pemerintah didesak banyak kalangan untuk segera menyelesaikan pembahasan revisi lalu mengesahkannya.
Hal yang cukup mendapat sorotan dari revisi tersebut yakni soal kewenangan Polri dalam menindak pihak yang berencana membuat teror. Dengan UU Terorisme yang berlaku sekarang, Polri baru bisa menangkap orang yang berencana membuat teror setelah terjadi peristiwanya.
Karena itu, melalui revisi UU Terorisme, Polri diharapkan memiliki kewenangan menangkap pihak yang berencana meneror sebelum peristiwa terjadi. Namun sebagian kalangan khawatir bila kebijakan tersebut disahkan, akan berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia maupun kebebasan berekspresi tiap individu.
Beberapa hal lain yang belum mencapai titik temu, yakni soal definisi teroris. Selain itu, pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme juga masih menimbulkan perbedaan pandangan. Khususnya, terkait dalam situasi apa atau skala ancaman terhadap negara yang seperti apa hingga TNI bisa terlibat.(rol)