Kesehatan – Ketika anak mengalami diare, wajar bila sebagai orang tua merasa khawatir. Sebagai orang tua, Anda pasti ingin si Kecil lekas sembuh. Salah satu tindakan yang sering dilakukan orang tua adalah memeriksakan anak ke dokter dan meminta dokter meresepkan antibiotik.
Perlu Anda ingat bahwa antibiotik dapat bekerja dengan efektif bila digunakan untuk mengatasi infeksi akibat bakteri. Penyakit-penyakit yang diderita anak tidak semuanya disebabkan oleh bakteri, sehingga penggunaan antibiotik bisa menjadi pilihan yang tidak tepat.
Penyebab diare pada anak
Salah satu penyakit yang sering dialami anak adalah diare, yaitu suatu kondisi buang air besar (BAB) menjadi lebih encer. Pada kondisi tersebut terjadi peningkatan frekuensi BAB pada anak. Tinja dapat bervariasi, bergantung pada jenis makanan yang dikonsumsi.
Adanya tinja yang encer, berair, atau disertai mukus merupakan perubahan penting yang harus dimonitor. Selain itu, adanya darah atau tinja yang berwarna hitam juga merupakan pertanda adanya gangguan di saluran cerna. Jika penderita berada pada kondisi ini tentu membutuhkan penanganan medis yang lebih.
Diare dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain karena infeksi virus, bakteri, parasit, akibat konsumsi antibiotik, maupun intoleransi laktosa. Penanganannya pun berbeda-beda, dan tidak selalu membutuhkan antibiotik.
Infeksi virus merupakan penyebab diare terbanyak pada balita. Pada penyakit karena infeksi virus, penggunaan antibiotik bukanlah pada tempatnya. Diare yang disebabkan oleh infeksi virus bersifat self-limiting, yaitu dapat sembuh dengan sendirinya.
Meski diare biasanya akan sembuh sendiri, tapi tetap harus dibarengi dengan pemberian hidrasi dan istirahat yang cukup. Selain itu, orang tua juga perlu menjaga asupan makanan bagi si Kecil, serta melakukan pencegahan penyebaran diare dengan membiasakan cuci tangan dengan sabun, mempersiapkan makanan yang bersih, serta lebih berhati-hati dalam membuang tinja si Kecil (tidak mengganti atau membuang popok di dapur).
Waspada penggunaan antibiotik
Penggunaan antibiotik secara asal-asalan dapat menyebabkan resistensi terhadap antibiotik. Akibatnya bila nanti saatnya anak benar-benar membutuhkan penanganan dengan antibiotik, anak tidak dapat menggunakannya, atau harus mengonsumsi antibiotik yang lebih “berat”. Oleh sebab itu, antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin pada kasus diare anak, karena angka kejadian diare akibat bakteri pada balita sangat kecil.
Selain itu, tahukah Anda bahwa penggunaan antibiotik ternyata juga bisa menyebabkan diare pada si Kecil? Diare yang disebabkan oleh penggunaan antibiotik biasanya ringan dan tidak menyebabkan dehidrasi. Pada sebagian besar kasus, antibiotik tidak perlu dihentikan dan tidak perlu adanya perubahan pada pola makan anak.
Diare biasanya akan membaik dalam satu atau dua hari setelah penggunaan antibiotik selesai. Namun, jika si Kecil yang sedang menggunakan antibiotik tertentu mengalami diare berat, bercampur darah, atau tidak membaik setelah selesai mengonsumsi antibiotik, segera periksakan ke dokter.
Kapan anak harus diberikan antibiotik?
Berdasarkan National Institute for Health and Care Excellence Clinical Guidlines tahun 2009, pemberian antibiotik pada anak yang menderita diare hanya diberikan jika:
– Anak mengalami sepsis (infeksi darah dengan tingkat keparahan tinggi)
– Adanya penyebaran infeksi bakteri di luar usus
– Anak berusia kurang dari 6 bulan dengan diare akibat bakteri salmonela
– Anak dengan kondisi malnutrisi atau sistem kekebalan tubuh rendah dengan diagnosis diare akibat bakteri salmonela
– Anak dengan kondisi psedomembranous enterocolitis, yaitu peradangan usus besar yang terkait dengan pertumbuhan berlebih bakteri Clostridium difficile. Infeksi ini merupakan penyebab umum dari diare setelah penggunaan antibiotik
– Diare disertai darah akibat shigellosis atau disebut juga dengan disentri basiler dan kolera
– Pada kasus diare disertai darah akibat parasit seperti amuba dan giardia dapat diberikan obat anti protozoa
Berdasarkan uraian di atas, diare yang dapat diobati menggunakan antibiotik hanyalah diare akibat infeksi bakteri dan parasit (anti protozoa). Untuk mengetahui apakah diare yang dialami anak akibat infeksi bakteri atau parasit, Anda harus membawanya ke dokter untuk dilakukan pemeriksaan. Infeksi bakteri terkadang sulit dibedakan dengan infeksi virus. Namun, diare akibat infeksi bakteri biasanya ditemukan di tempat-tempat yang tidak terdapat sarana air bersih dan sanitasi yang buruk. Demam berkepanjangan lebih dari 40 derajat Celcius, atau adanya darah dan mukus (cairan kental seperti ingus) pada tinja anak, umum terjadi ketika ia mengalami diare akibat infeksi bakteri.
Diare akibat infeksi virus, bakteri maupun parasit bersifat menular. Namun, tidak selalu dibutuhkan antibiotik dalam penanganannya. Hal penting yang perlu diketahui orang tua atau pengasuh jika anak mengalami diare adalah pastikan anak meminum air yang banyak sehingga tidak terjadi dehidrasi dan cegah peyebaran diare. Untuk mengetahui anak butuh antibiotik atau tidak, bawalah ia ke dokter agar mendapatkan penanganan dan pengobatan yang tepat. (rn/rvs)
Sumber: Klik Dokter