BANDARLAMPUNG, beritaindonesianet—Suara riuh dari 1.600 ekor ayam petelur itu tak henti mengisi udara sepetak lahan di Desa Purwodadi Dalam, Kecamatan Tanjungsari, Lampung Selatan. Dari tiga kandang yang lokasinya berbatasan langsung dengan kebun karet milik PTPN VII Unit Bergen, setiap hari Tejo (61) memupuk harapan ekonomi keluarga. Ia adalah salah satu dari ribuan penerima manfaat dari Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PTPN VII.
Ditemui di kandangnya, pekan lalu, pria lugu itu menceritakan awal perkenalannya dengan bisnis unggas yang dia geluti saat ini. Dengan kredit amat lunak yang didapat dari PTPN VII, ia memulai memelihara ayam petelur dengan keyakinan domestik. Yakni, berlandas kepada kata “waris” yang disematkan orang-orang di sekelilingnya selama ini.
“Saya inikan aslinya petani karet, anggota Kelompok Tani Karya Mandiri. Sudah tiga kali dapat pinjaman dari PTPN VII. Tapi, pas dapat pinjaman ketiga, Rp20 juta, dua tahun lalu, saya bingung mau dipakai apa. Mau beli lahan, nggak cukup. Akhirnya, karena saya sering dibilang waris (selalu berhasil memelihara ternak), saya nekat piara ayam petelur,” kata dia.
Sekarang, reputasi Tejo sebagai peternak ayam petelur cukup baik. Ia mengakui tidak menggunakan dana pinjaman dari PTPN VII untuk pengembangan usaha sebagaimana nama kelompok taninya, tetapi tetap mempertahankan kebun karet yang dia miliki. Namaun, dia membuat kandang ayamnya bersebelahan dengan kebun PTPN VII agar bisa ikut menjaga kebun perusahaan.
“Jujur saya akui, uangnya tidak saya gunakan untuk beli ladang karet, tetapi saya tetap ikut menjaga kebun karet PTP (PTPN VII). Setiap hari sambil nunggu ayam, saya juga menjaga kebun PTP. Dan alhamdulillah, sekarang aman,” kata dia.
Apa yang disampaikan Tejo diamini Sugiarto, Ketua Kelompok Tani Karya Mandiri. Kelompok yang didirikan pada 2012 itu beranggota 16 orang patani pemilik kebun karet di Desa Purwodadi Dalam. Ada sekira 15 haktare tanaman karet yang dikelola anggota kelompok ini dengan kepemilikan masing-masing antara 0,5—1,2 hektare.
“Kami mendapat pinjaman dri PTPN VII, pertama kali pada 2012, rata-rata Rp10 juta per anggota. Setekah lunas tahap pertama, pada 2016 dapat lagi masing-masing Rp15 juta. Terakhir, dua tahun yang lalu, dapat Rp15 juta per anggota. Alhamdulillah, pengembalian lancar karena hampir tanpa bunga dan cicilannya cukup ringan,” kata lelaki seterek ini.
Giarto mengatakan, pihaknya memberi keleluasaan kepada anggota untuk alokasi dana yang dipinjam. Namun, kata dia, semua anggota sepakat untuk mengutamakan kebutuhan kebun karet yang mereka kelola dulu sebelum yang lain.
“Kami tetap mengutamakan untuk kebutuhan kebun, terutama untuk yang tanamannya sudah harus diganti (replanting). Juga untuk pemupukan, penggantian mangkok, dan sebagainya. Kalau itu sudah cukup, boleh untuk yang lain seperti yang dilakukan Pak Tejo ini,” kata dia.
Ditanya tentang apa yang dilakukan anggota kelompok tani sebagai imbalan pinjaman lunak dari PTPN VII, Giarto tidak ada. Ia hanya berterima kasih dengan membayar angsuran tidak telat. Selain itu, kata dia, para anggota diminta untuk menjaga hubungan baik dengan PTPN VII. Salah satunya dengan ikut menjaga dan mengajak orang-orang di sekitarnya untuk tidak mengganggu aset perusahaan.
“Kebun karet PTPN VII ini gandeng dengan kebun kami, bahkan di belekang rumah kami. Kalau kami mau jahat, gampang banget ngambil dua tiga kilo getah setiap hari. Tapi,kami nggak mau. Selain melanggar hukum, juga dosa. Kami juga kenal baik sama orang-orang PTP. Apalagi ada pinjaman dan bantuan lain kepada masyarakat sekitar,” terang Giarto.
Pola hubungan produktif yang dilakukan PTPN VII kepada masyarakat seperti yang dilakukan di Unit Bergen ini membuktikan keberhasilan. Kini, kehidupan masyarakat di sekitar kebun PTPN VII sudah jauh lebih mapan secara ekonomi dan tatanan sosial. Kasus pencurian getah karet oleh masyarakat sudah sangat berkurang.
Madi, salah satu pedagang pengepul getah di Desa Palputih Dalam yang juga menampung karet milik Kelompok Tani Kaarya Mandiri mengatakan situasi bisnis karet sudah berubah 100 persen. Saat ini, kata dia, tidak ada lagi masyarakat yang mencoba menjual karet curian dari PTPN VII kepadanya.
“Wah, sudah nggak ada, Pak. Sekarang ini masyarakat sudah sadar risiko langsung maupun tidak langsungnya. Sebab, getah dari PTP dengan getah dari petani sangat mudah dibedakan. Sementara, orang PTP, seperti mandor dan keamanannya sering datang ke tempat saya. Ya, ngomongnya sih sekadar ngobrol, tetapi saya tahu ada tujuannya apa selain silaturahmi,” kata dia.
Relasi harmoni yang saling menguntungkan itu telah terbangun antara PTPN VII dengan masyarakat sekitar. Bukan hanya di Unit Bergen yang memang semula amat rawan pencurian, tetapi juga di hampir semua unit. Pendekatan produktif dengan menyalurkan dana corporate social responsibility (CSR, kepedulian sosial perusahaan) yang disalurkan kepada masyarakat menjadi pagar sosial terhadap aset PTPN VII.
Ada ratusan mitra binaan dari kalangan usaha kecil dan menengah (UKM) yang telah mendapat pinjaman dana luna plus berbagai pelatihan di seluruh wilayah kerja PTPN VII. Juga ribuan pihak yang menerima saluran dana kepedulian sosial berbagai bentuk. Dari tanggap bencana, peduli sarana umum, fasilitas ibadah, bantuan sosial, pengembangan olah raga, hingga partisipasi berbagai even.
Direktur PTPN VII Doni P. Gandamihardja saat menerima kunjungan kerja Komisi II dan III DPRD Sumatera Selatan pekan lalu menyampaikan resonansi program PKBL. Hal itu dia sampaikan menjawab pertanyaan tentang kontribusi korporasi terhadap pembangunan.
“Secara makro, peran PTPN VII kepada ekonomi masyarakat di sekitar perusahaan sangat jelas. Keberadaan PTPN VII menjadi salah satu simpul ekonomi wilayah sehingga pasar jadi ramai, ribuan orang bisa bekerja, dan kami secara proporsional melakukan program CSR. Bentuknya tidak selalu berupa bantuan uang atau natura, tetapi juga silaturahmi pertemanan untuk saling menjaga.
“Dalam situasi bisnis agro seperti ini, kami tidak mungkin bisa menganggarkan CSR seperti pada situasi normal. Tetapi, kami tetap alokasikan. Selama 2020 ini, sudah hampir Rp10 miliar dana CSR, baik untuk kemitraan maupun kepedulian sosial. Kami juga tekankan kepada semua jajaran untuk dekat dan respek dengan masyarakat. Sebab, pagar aset PTPN VII ini adalah warga sekitar. Mereka saudara kita, tetangga kita, dan mitra kita,” kata dia. (nur)