SERANG. beritaindonesianet – Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten, Fadli Afriadi, menyeru kepada seluruh pihak dan pemangku kepentingan untuk menyukseskan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Serang, Sabtu, 19 April mendatang. Antara lain dengan mengoptimalkan sosialisasi kepada masyarakat hingga memastikan pelaksanaan pemungutan suara berjalan dengan aman, tertib, nyaman, dan transparan.
Agar nilai Jurdil (Jujur dan Adil) dalam Pilkada juga hadir, Fadli menekankan pentingnya penegakan netralitas, khususnya oleh Pejabat, ASN, anggota TNI/Polri, serta aparatur negara lainnya.
Sebagaimana diketahui, Mahmakah Konstitusi (MK) memerintahkan PSU dalam amar yang tertuang dalam Putusan perselisihan hasil pemilihan umum bupati (PHPU Bup) Kabupaten Serang untuk Perkara Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025. Putusan MK didasarkan pada pelanggaran pemilu sebagaimana diatur Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Selain itu, dikaitkan dengan pelanggaran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Terkait netralitas, Fadli mengingatkan, Pasal 71 ayat 1 Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada menyatakan bahwa pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
“Absennya netralitas di atas merusak nilai-nilai demokrasi serta mengancam pelayanan publik. Baik dalam konteks layanan penyelenggaraan Pemilukada secara sempit maupun penyelenggaraan pelayanan publik secara umum ke depan paska pemilihan,” Ujar Fadli.
Selain Pilkada Kabupaten Serang Tahun 2024, PSU di seluruh TPS juga tercatat pernah terjadi di dua daerah di Provinsi Banten. Yakni Pilkada Kabupaten Pandeglang tahun 2010 dan Pilkada Kabupaten Lebak tahun 2013. Alasan MK memerintahkan PSU di Pilkada Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak pada saat itu pun setali tiga uang, yaitu adanya keterlibatan pejabat aktif yang memengaruhi proses pemilihan. Sayangnya, faktor ketidaknetralan pejabat yang mengganjal proses demokrasi murni kini terulang lagi.
Meski Putusan MK yang memerintahkan PSU telah menjabarkan dasar pertimbangan putusan sebagai catatan dan bahan bersama bagi para penyelenggara pemilu, namun potensi pelanggaran netralitas dalam bentuk pengerahan kepala desa, ASN, politik uang, maupun pengerahan aparat masih sangat terbuka lebar. Jika terjadi hal yang sama, potensi gugatan akan kembali hadir atas penyelenggaran PSU. Untuk itu, tidak hanya penyelenggara pemilukada yang perlu semakin cermat, profesional, dan berintegritas, masyarakat perlu menjalankan pengawasan publik.
“Pertarungan para kandidat seyogyanya didasarkan pada visi, misi, dan program kerja. Demikian pula pertimbangan masyarakat pemilih. Agar di masa mendatang bisa terwujud pelayanan publik prima yang diharapkan berdasarkan kontribusi semua elemen. Jika tidak, pemilukada berpotensi tereduksi dari pengertian pesta demokrasi menjadi hura-hura dan penghamburan anggaran belaka. Hal ini tentu tidak sejalan dengan semangat efisiensi yang sejak awal tahun digaungkan oleh Presiden,”Tandas Fadli.(*/hen)