SERANG, beritaindonesianet – Rencana pembelajaran hybrid/blended learning, penambahan kuota, dan rombongan belajar pada SMAN dan SMKN yang diajukan permohonan rekomendasinya oleh Pemerintah Provinsi Banten kepada Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tanggal 28 April 2023 lalu mendapat tanggapan positif dari sejumlah akademisi. Mereka menilai cara pembelajaran ini sangat layak di tengah kemajuan jaman yang sudah mempergunakan peralatan serba teknologi.
“Terkait dengan sekolah hibryd, mestinya dimaknai secara positif. Dunia hari ini sudah serba digital, tidak bisa dihindari. Sekolah online yg dimaksud gubernur sangat bermanfaat jika digunakan untuk pembelajaran bukan inti atau tambahan yang tidak tuntas diruang kelas seperti presentasi praktek, membicarakan persiapan kegiatan dan lain lain. Sesungguhnya banyak hal positif dengan memanfaatkan teknologi internet,” kata Said Ariyan, akademisi Universitas Mathla’ul Anwar (Unma)..
Said juga mengungkapkan bahwa langkah Penjabat Gubernur Banten membatalkan penambahan rombel/quota tambahan bagi sekolah negeri adalah tindakan responsif terhadap permintaan sekolah sekolah swasta. “Pak Gubernur memposisikan dirinya sebagai pemimpin yang aspiratif, mau mendengar keinginan masyarakat luas. PR besar buat Pemprov Banten membantu, mendorong dan memfasilitasi terutama sekolah sekolah swasta agar mampu menjadi sekolah berstandar nasional. Bisa bantuan sarpras, atau penyediaan fasilitas internet bagi daerah daerah blank spot,” katanya.
Sementara Indria Wahyuni, akademisi Universitas Tirtayasa (UNTIRTA) mengulas cukup tingginya Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Provinsi Banten. Indria mengungkapkan berdasarkan data BPS (2022) nilai Angka Partisipasi Sekolah (APS) Provinsi Banten pada tahun 2022 untuk usia 7-12 tahun yaitu 99,33 dan usia 13-15 tahun yaitu 96,39. Nilai tersebut berada di atas nilai rata-rata APS nasional yaitu sebesar 99,10 (usia 7-12 tahun) dan 95,92 (usia 13-15 tahun).
Sementara sebaliknya, nilai APS pada usia 16-18 tahun dan 19-24 tahun di Provinsi Banten masih di bawah nilai rata-rata nasional yaitu sebesar 69,22 (16-18 tahun) dan 22,14 (19-24 tahun). Adapun nilai rata-rata nasional untuk usia 16-18 tahun yaitu 73,15 dan usia 19-24 tahun yaitu 25,99.
Selain itu data APM pada jenjang SD/MI/Paket A di Provinsi Banten sebesar 97,93 (nasional : 97,88), jenjang SMP/MTs/Paket B sebesar 86,67 (nasional : 80,89), sedangkan jenjang SMA/MA/Paket C sebesar 59,54 (nasional: 61,97).
Berdasarkan data APS dan APM tersebut, Provinsi Banten dinilai belum mampu menuntaskan program wajib belajar 12 Tahun yang diprogramkan oleh pemerintah pusat. Terutama pada jenjang SMA sederajat sebesar 40,46% penduduk Provinsi Banten belum bisa merasakan bangku sekolah. Tingginya nilai APS menunjukkan semakin besar jumlah masyarakat yang berkesempatan mengenyam bangku pendidikan. Sebaliknya, semakin rendah nilai APS menunjukkan semakin besar masyarakat yang belum bisa merasakan layanan pendidikan.
Faktor yang menyebabkan APS rendah di antaranya faktor internal pendidikan seperti ketersediaan daya tampung/jumlah ruang kelas yang masih kurang, kualitas guru dan minat siswa, serta faktor kondisi masyarakat, meliputi penghasilan orang tua dan pendidikan orang tua.
Adapun strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai APS di antaranya yaitu pemerintah Provinsi Banten dapat menekan kembali program wajib belajar 12 tahun. Selain itu, pemerintah Provinsi Banten juga harus memfasilitasi kegiatan pendidikan agar semua lapisan masyarakat mampu merasakan pendidikan formal yang layak.
“Mengoptimalkan bantuan yang diberikan untuk meningkatkan APS agar tepat sasaran dan tidak disalahgunakan peruntukannya seperti Program Indonesia Pintar (PIP), pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pembangunan ruang kelas baru SD, pembangunan SD, pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB), rehabilitasi ruang kelas, bantuan untuk siswa berprestasi/tidak mampu,” kata Indria.
Sehingga diharapkan, kata Indria jika program-program tersebut bisa berjalan dengan baik maka dapat meningkatkan nilai APS di Provinsi Banten agar tidak ada lagi nilai yang dibawah rata-rata nasional dan seluruh masyarakat Provinsi Banten dapat berkesempatan mengenyam pendidikan minimal wajib belajar 12 tahun.
Rencana sekolah hybrid ini mulai digodok Pemerintah Provinsi Banten karena keprihatinan terhadap tingginya minat belajar siswa yang tidak diiringi dengan fasilitas yang lengkap. Karena itu, Penjabat Gubernur Banten Al Muktabar yang mewakili Pemerintah Provinsi Banten mengirimkan surat kepada Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada tanggal 28 April 2023. Surat itu bernomor 421/1460 -Dindikbud /2023 tentang Permohonan Rekomendasi Pembelajaran Hybrid /Blended Learning, Penambahan Kuota dan Rombongan Belajar pada SMAN dan SMKN. (hen)