SERANG – Berbagai kasus sengketa tanah di Indonesia terjadi karena adanya mafia tanah dan oknum petugas yang menggandakan sertifikat tanah. Karena itu, edukasi dan pendampingan terhadap korban kasus mafia tanah sangatlah diperlukan.
“Kasus sengketa tanah yang terjadi di masyarakat, karena adanya para mafia dan oknum sehingga ada sertifikat kepemilikan ganda. Karena itu, edukasi dan pendampingan terhadap korban kasus mafia tanah sangatlah diperlukan,” kata Inspektur Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sunraizal dalam “Seminar Penyelesaian Sengketa Tanah di Luar Pengadilan” di Hotel Ultima Ratu Serang, Banten, Selasa (12/07).
Menutur Sunraizal, permasalahan sengketa tanah hingga saat ini masih sering terjadi di masyarakat, salah satunya di Provinsi Banten. Karena itu, Sunraizal menyarankan masyarakat untuk bisa mengedepankan penyelesaikan kasus persengketan tersebut melalui jalur luar pengadilan. Selain biayanya murah, waktu proses penyelesaian sengketa pun bisa dipersingkat.
Sementara penyelesaian cara lain dengan cara melalui pengadilan, yang tentu saja memakan biaya lebih banyak dengan waktu yang cukup lama. “Apabila persoalan sengketa melalui pengadilan, maka akan timbul biaya yang cukup tinggi dan waktu yang lama. Namun, apabila penyelesaian dilakukan di luar pengadilan, maka pihak yang bersengketa bisa duduk bersama,”
Menurut Sunraizal, sebagai masyarakat Indonesia, maka konsep kemufakatan dan musyawarah adalah prinsip Pancasila. “Konsep kemufakatan dan musyawarah adalah prinsip Pancasila yang tertuang dalam sila ke empat.”
Irjen Kementerian ATR/BPN Sunraizal berharap melalui seminar ini, pihaknya dapat mengedukasi masyarakat terkait sengketa tanah di luar pengadilan. “Bisa juga ada pendampingan kepada masyarakat itu supaya tahu langkah-langkahnya ke mana,” katanya.
Senada dengan Irjen Kementrian ATR/BPN Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Banten Rudy Rubijaya mengaku di Banten pihaknya mengupayakan agar penyelesaian sengketa tanah dilakukan dengan mediasi. Karena itu, ia berharap dengan seminar ini masyarakat dapat memahami. “Sehingga jangan sudah jadi sengketa baru dimediasi. Kalau bisa mencegah supaya belum jadi sengketa,” ujarnya
Sementara ketua panitia yang juga Ketua Yayasan Pengawal Etika Nusantara (Yapena) Ahmed Kurnia Suryawijaya mengatakan, persoalan tanah bisa menyangkut berbagai hal dalam kehidupan. “Menyakut kepastian hukum hingga pertumbuhan ekonomi,” ujar Ahmed.
Menurut Ahmed, pertumbuhan ekonomi yang berhubungan dengan investasi yang ada di Indonesia jangan sampai terganggu dengan adanya sengketa tanah. Untuk itu, Yapena menggelar seminar edukasi bagi masyarakat agar dapat mencari jalan keluar bagi mereka untuk menyelesaikan sengketa tanah di luar pengadilan.
Ahmed mengatakan, kegiatan seminar ini tak hanya dilaksanakan di Kota Serang, Provinsi Banten saja, tetapi akan terus berlanjut di daerah lainnya. “Kita nanti akan melakukan di sejumlah kota besar di seluruh Indonesia,” ujar Ahmed. (hen)