Tolak Pledoi, JPU Kejari Bandarlampung Tetap Tuntut Pelaku Pengeroyokan Nakes 2 Bulan Penjara

BANDAR LAMPUNG, beritaindonesianet- Jaksa Penuntut Umum (w) Kejari Bandar Lampung, tetap pada tuntutannya dalam menjawab pledoi tiga terdakwa pengeroyokan tenaga kesehatan Puskesmas Kedaton, Bandarlampung, pada Selasa (14/12/2021).

Adapun tiga terdakwa dalam perkara tersebut yakni, Awang Helmi (44), Novan Putra Abdillah (32), dan Didit Maulana (31), warga Bandar Lampung, sedangkan korbannya bernama Rend Kurniawan. Dalam sidang sebelumnya, ketiga terdakwa dituntut dua bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

“Kami tetap pada tuntutan,” kata JPU Kejari Bandar Lampung, Eka Aftarini, di PN Kelas IA Tanjungkarang, pada hari Selasa tanggal 14 Desember 2021.

Menurutnya, walaupun dalam pledoi ketiga terdakwa minta dibebaskan, namun JPU akan tetap pada tuntutan sebelumnya, karena perbuatan para terdakwa memang terbukti melanggar pasal 170 ayat (2) KUHP.

“Adanya perbedaan dalam persidangan merupakan hal biasa. Tidak ada alasan covid menjadi pembenaran pelaku, menurut kami itu bukan keadaan yang bisa membebaskan mereka dari ancaman pidana,” Ujarnya.

Sebelumnya, dalam pledoi terdakwa Awang mengungkapkan, bahwa dirinya tidak akan datang ke Puskesmas Kedaton pada 21 juli 2021, bila tidak mendapakan informasi dari petugas ambulan di Bundaran Gajah yang menginfokan bahwa di Puskesmas Kedaton Bandarlampung memiliki ketersediaan Oksigen.

Kemudian, Awang juga tidak berniat untuk berkelahi atau melakukan pengeroyokan terhadap tenaga kesehatan Puskesmas Kedaton, Rendi Kurniawan.

“Saudara Rendi yang pertama kali menyerang saya dengan menendang muka bagian rahang sebelah kiri saya sampai kaca mata dan HP saya jatuh, kemudian saya reflek dan spontan balik memukul saudara Rendi,” kata Awang saat membacakan pledoinya.

Selain itu, Awang juga membantah bahwa dirinya melakukan pemukulan terhadap korban secara berulang kali, karena saat itu kacamata miliknya terjatuh setelah diserang oleh Rendi Kurniawan.

“Kacamata telah dijadikan barang bukti dalam persidangan ini, penglihatan saya terganggu apabila tidak menggunakan kacamata,” ujarnya.

Akibat tendangan yang mengenai tangan dan mukanya, tangan terdakwa Awang mengalami retak dan tidak dapat normal kembali seperti sedia kala.

“Saya sudah berupaya menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan dengan menemui saudara Rendi dan keluarga, namun tak selesai karena ada permintaan pencabutan kuasa hukum dan uang senilai Rp. 200 juta dari keluarga Rendi. Karena ekonomi sedang sulit, sehingga permintaannya tidak bisa kita penuhi dan perdamaian pun tidak tercapai,” jelasnya.

Saat membacakan pledoinya, sambil menangis Awang menyampaikan, bahwa saat kejadian ayahnya yang sedang terpapar Covid-19 sangat membutuhkan Oksigen tersebut. Namun dirinya tidak bisa mendapatkan Oksigen, karena adanya kejadian tersebut. Kemudian sehari setelah kejadian, ayah Awang meninggal dunia.

Sementara itu, terdakwa Novan Putra Abdilah dalam pledoinya menyebutkan, bahwa dirinya merupakan anggota Polsek Tanjungkarang Barat, dan sejak 2002 menjadi Polisi serta tidak pernah mendapat sanksi hingga diperiksa bidang Propam. Ia juga mengaku dekat dengan masyarakat karena sudah tiga tahun menjadi Babinkamtibmas.

“Saya hanya mencoba melerai perkelahian kakak saya dan Rendi, jika saat sampai Puskesmas Kedaton mendapatkan penjelasan dan pelayanan yang ramah, hal ini tak akan terjadi, karena saat itu orang tua kami sangat butuh oksigen,” kata Novan.

Kemudian, terdakwa Didit yang saat itu menjadi sopir Awang dalam pledoinya mengatakan, bahwa dirinya membantah melakukan pemukulan, ia hanya mendekat saat kejadian dan mengambil batu dari tangan Rendi.

“Orang tua kami drop dan meninggal paska mendengar pemberitaan,” paparnya.

Dalam hal ini, ketiganya meminta agar bisa dibebaskan dan meminta kepastian hukum. Kemudian ketiganya juga meminta agar majelis hakim bisa memutuskan dengan seadil-adilnya. (Ilham)