SERANG, beritaindonesianet-Budayawan Uten Sutendy mengatakan sejak Banten menjadi provinsi belum pernah lahir dan muncul seorang pemimpin mumpuni yang menjalankan roda pemerinrahan di Provinsi Banten, yang ada dan muncul baru para penguasa. Uten bahkan menyebut Banten Krisis Kepemimpinan.
” Pemimpin itu tak identik dengan penguasa. Seorang penguasa belum tentu bisa menjadi pemimpin dan seorang pemimpin pastilah ia memiliki kekuasaan. Katena itu ke depan kita perlu menciptakan situasi yang memungkinkan lahirnya seorang pemimpin di Banten bukan penguasa, ” ujar Uten Sutendy dalam dialog publik yang diselenggatakan atas kerjasama antara Banten Club dengan Pokja Wartawan Provinsi Banten di Aula Gedung DPRD Provinsi Banten, kemarin (Sabtu 18 September 2021).
Hadr dalam acara bertajuk “Mencari Pemimpin Banten” tersebut Asep Rahmatullah mantan ketua DPRD provinsi Banten, Edi Ariadi mantan Walikota Cilegon, dan M Nawa Said (Cak Nawa) wakil ketua DPRD Provinsi Banten.
Menurut Uten yang juga dikenal sebagai penulis buku ini, sesungguhnya Banten memiliki sumber kepemimpinan yang sudah teruji di masa lalu. Kejayaan Banten dalam sejarah menunjukkan bahwa Bahwa Provinsi termuda ini memiliki sumber daya manusia berkualitas sebagai sumber kepemimpinan yang disegani oleh dunia.
“Dan kualitas para pemimpin Banten itu berakar pada integritas ulama, jawara, dan kasepuhan,” tegas Uten.
Sayangnya, menurut Uten sejak Banten menjadi provinsi kualitas tersebut tercerai berai, ketiganya (ulama, jawara dan kasepuhan) berdiri dan berjalan sendiri-sendiri bahkan satu dengan yang lainnya saling melemahkan dan menjatuhkan.
‘Itulah yang membuat Banten terus menerus dilanda krisis kepemimpinan dan kehilangan ruh sebagai pusat ilmu (ulama), keberanian patriotisme (jawara) dan keluhuran akhlak budi pekerti (kasepuhan) sebagai modal utama kepemimpinan unggul,” tutur Uten.
Ketika ditanya wartawan apa yang membuat hal itu terjadi? Uten mengatakan bahwa semua itu erjadi karena praktek politik kotor yang terjadi dan terus dimainkan di Banten.
“Praktek politik transaksional dan oligarki politik yang selama ini berkembang telah membuat rantai sejarah modern Banten terputus dengan sejarah keluruhan dan kejayaan masa lalu. Selain itu, politik kotor itu juga telah mencerai berai hubungan harmonis antara ulama, jawara, dan kasepuhan.
Sementara itu Asep Rahmatullah dan cak Nawa menilai para penguasa di Banten saat ini cenderung baperan, anti kritik.
Sedangkan Cak Nawa menilai penguasa Banten saat ini belum mampu memaksimalkan potensi sumber kearifan lokal yang ada sebagai sumber kepemimpinan.
“Kemampuan berkomunikasi elite Banten dengan sesama elite dan tokoh masyarakat Banten masih jelek,” ujar Cak Nawa.