WAYKANAN, beritaindonesianet- Senior Executive Vice President (SEVP) Business Support PTPN VII Okta Kurniawan beserta jajaran menghadiri undangan Sekretaris Kabupaten Way Kanan, Senin (20/7). Undangan dengan agenda rapat mediasi atas tuntutan ormas BARA JP terhadap PTPN VII Unit Tulungbuyut itu dipimpin Sekda Way Kanan Saipul di Aula Ruang Rapat Pemkab Way Kanan. Dari pihak BARA JP, hadir Azwari selaku koordinator dan anggota-anggotanya, Sedangkan pihak terkait ada dari Polres Way Kanan, Ketua BPN, tokoh masyarakat dan beberapa pihak lainnya.
Rapat mediasi bermula dari aksi massa BARA JP Way Kanan ke PTPN VII Unit Tulungbuyut Afdeling Blambanganumpu beberapa waktu lalu. Massa yang mengatasnamakan Barisan Relawan Jalan Perubahan (BARA JP) itu mengklaim sebagian lahan HGU PTPN VII adalah tanah ulayat adat Buay Pemuka.
Selain mengklaim kepemilikan sebagian lahan, BARA JP juga menununtut PTPN VII memperkerjakan warga lokal Blambanganumpu sebanyak 70 persen dari jumlah pekerja. Satu tuntutan lagi, mereka meminta PTPN VII memberikan honor bulanan kepada para penyimbang adat setempat.
Memediasi pertemuan itu, Sekda Saipul bertindak sebagai penengah. Namun, ia mengingatkan semua pihak untuk berunding berdasarkan aturan hukum yang berlaku, menjaga adab dan etika, serta memelihara persaudaraan.
Menanggapi tuntutan itu, Okta Kurniawan menjelaskan posisi hukum atau legal standing dari PTPN VII. Ia mengatakan, sejak awal didirikan, PTPN VII dibangun untuk membuka ekonomi wilayah agar cepat maju.
Tentang tuntutan BARA JP, mantan Sekretaris Perusahaan itu mengatakan akan mengkaji kemungkinannya. Sebab, kata dia, soal presentase kuota jumlah tenaga kerja pada suatu perusahaan belum ada landasan hukum yang kuat dan saat ini mayoritas pekerja yg ada di Afd Bapu adalah penduduk asli daerah.
“Kalaupun ada, itu hanya bersfat kebijakan dan soal tenaga kerja ini kan juga berkaitan dengan keahlian serta kompetensi.
Demikian juga dengan permintaan honor untuk penyimbang adat. Ini juga belum ada aturannya, kami mesti konsulidasi internal terlebih dahulu sebelum memutuskannya. Kalaupun perusahaan mengalokasikan dana melalui CSR, itu juga ada mekanisme dan persyaratan tambah dia.
Mengenai klaim bahwa luas lahan yang dikelola PTPN VII melebihi HGU sehingga diminta ukur ulang, Okta mempersilahkan saja, namun harus sesuai dengan aturan yang ada, antara lain pengukuran bisa dilakukan oleh pihak BPN atas permohonan pemilik lahan (PTPN7) atas dasar peruntukan pembuatan sertifikat HGU.
“Silakan saja diukur ulang. Kalau ternyata luas riilnya tidak sama dengan apa yang tersurat di HGU, ya mungkin memang bukan hak perusahaan. Nanti kita berunding internal soal ini.
Okta mengakui jawaban pada rapat mediasi ini mungkin tidak memuaskan, tetapi ia yakin bisa memberi gambaran riil. “Perusahaan berdiri dan beroperasi berdasarkan peraturan dan alat bukti hukum yang sangat jelas. Jadi, kalau ada yang mempermasalahkan, kami silakan lewat jalur hukum,” kata dia. (ril/mba)