Serang – Seorang dosen UIN Sultan Maulana Hasanudin (SMH) Banten berinisial DR (40) ditangkap karena meretas sistem server kampus. Ia diduga sakit hati oleh pihak rektorat.
Dirkrimsus Polda Banten Kombes Rudi Hananto mengatakan penangkapan DR atas laporan pihak rektorat UIN SMH pada 25 Februari lalu. Saat itu terjadi kekacauan pada server absensi dan server pegawai, sistem informasi akademik yang berisi informasi mahasiswa juga tidak bisa diakses.
Dari laporan itu, Tim Puslabfor Polda melakukan identifikasi dan mengarah pada DR, yang merupakan admin dan dosen sebagai pelaku. Ia lalu ditangkap pada Sabtu (2/3) pukul 13.00 WIN di Serang.
“Dia (pelaku) dosen yang punya password punya akses ke server, motif sakit hati. Modusnya dia menggunakan sarana IT yang ada. Dia menggunakan laptop dan menggunakan itu akses ke server,” kata Rudi kepada wartawan di Mapolda Banten, JL Syekh Nawawi Al Bantani, Serang, Senin (4/3/2019).
Pelaku adalah dosen komputer di lingkungan UIN SMH dan ahli bidang komputer. Karena mengelola sistem IT lingkungan kampus, pelaku juga selama dua tahun membuat laporan absensi online palsu.
Akibat meretas sistem IT kampus, menurut Rudi, saat ini situs UIN dan tidak bisa diakses. Selain itu, sistem akademik hilang dan saat ini sedang diperbaiki oleh Tim Puslabfor Polda.
“Sampai sekarang belum bisa operasional, sedang dipulihkan. Pelaku sendiri sudah ditahan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Biro Akademik UIN Banten Mamat Rahmatullah mengatakan pelaku adalah dosen non-PNS. Sebelum diangkat jadi dosen, pelaku selama ini adalah anggota staf bidang IT.
Kampus, menurut Mamat, mengalami kerugian atas peretasan yang dilakukan DR. Sistem informasi berkaitan dengan mahasiswa, baik nilai, absensi, maupun kartu rencana studi (KRS), mengalami kekacauan.
“Terganggu dalam hal pelayanan. Kita memberi pelayanan bagus akreditasi berkurang. Kalau terganggu, otomatis mahasiswa mau lihat nilai terganggu mereka jadi tidak tahu,” ujarnya.
Atas perbuatannya, pelaku diancam Pasal 46 ayat 1, 2, 3, jo Pasal 30 ayat 1, 2, 3, dan/atau Pasal 48 ayat 1 jo Pasal 32 ayat 1 UU ITE dengan ancaman penjara 8 tahun dan dengan Rp 2 miliar. (red)