Jakarta – Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Banten meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menghitung dugaan kerugian keuangan negara dari proyek penerapan budidaya jagung program produktivitas produksi dan mutu hasil tanaman pada bidang tanaman pangan Dinas Pertanian (Distan) Provinsi Banten.
Anggaran untuk penerapan budidaya itu sendiri bernilai Rp68,7 milliar, berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Penyidik menunggu hasil audit dari BPK terkait dengan angka kerugian negara. Kalau audit audah ada, kita bisa lanjutkan, misalnya terkait pengembangan status tersangka dan peranannya,” kata Kepala Bidang Humas Polda Banten Ajun Komisaris Besar Polisi Edy Sumardi Priadinata saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (11/12).
Kabid Humas mengatakan, pihaknya telah memeriksa sejumlah saksi terutama dari Dinas Pertanian Banten, terkait dugaan kasus korupsi dana budidaya jagung di Provinsi Banten yang dilaksanakan Januari hingga Desember 2017 dengan target lahan seluas 187 ribu hektare.
“Saya kemarin sudah komunikasi dengan pak Direktur (Direktorat Reserse Kriminal Khusus) bahwa saat ini masih terus dilakukan pemeriksaan, namun kita belum bisa ungkap rinciannya peran-peran dan saksi-saksinya,” tutur Edy.
Dihubungi terpisah, Koordinator LSM Barisan Rakyat Anti Korupsi (Barak) Danil menilai penyidik Polda Banten harus mengembangkan penyidikan tidak hanya sebatas di Pemprov Banten, tapi hingga ke Kementan. “Sebab program ini bersumber dari dana APBN, bukan APBD Banten,” ujar Danil.
Menurutnya, jika dilihat dari luas lahan pertanian jagung di Provinsi Banten, 187.000 Hektar itu sangat luas. “Apakah ada atau tidak lahan untuk pengembangan budi daya jagung seluas itu di Banten? Kalau tidak, maka patut diduga bahwa kasus dugaan korupsi ini sudah direncanakan dengan matang sejak awal,” tegasnya. Danil berharap, Polda Banten juga bekerjasama dengan Bareskrim Mabes Polri agar pengungkapan kasus ini lebih efektif. (red)