Kalteng – Setiap wilayah, mulai dari provinsi hingga desa, diciptakan dengan memiliki kelebihan masing-masing. Begitu pula sebaliknya, semua juga memiliki kekurangan sendiri-sendiri.
Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah dikaruniai sumber daya alam yang cukup besar, mulai dari potensi kehutanan, pertambangan, perkebunan, pertanian tanaman pangan, sektor kepelabuhanan, pariwisata, hingga kekayaan budayanya.
Namun, ada hal lain yang juga dimiliki kabupaten terdiri atas 17 kecamatan dengan 185 desa dan kelurahan inim yakni letak geografisnya yang dikategorikan sebagai daerah rawan bencana.
Saat musim hujan, masyarakat di sejumlah wilayah selalu diliputi kecemasan karena permukiman mereka menjadi langganan banjir. Ketika hujan deras dan sungai sedang pasang, air pun menggenangi permukiman, khususnya yang berada di bantaran sungai dan dataran rendah.
Sebaliknya, saat musim kemarau seperti sekarang, masyarakat Kotawaringin Timur dihantui bencana kebakaran hutan dan lahan, kabut asap, dan krisis air bersih.
Selain itu, ada ancaman bencana lainnya. yaitu angin kencang, abrasi, dan longsor.
Saat ini kebakaran lahan kembali marak dan menimbulkan asap yang mulai mengganggu jarak pandang dan kesehatan masyarakat.
Luasnya sebaran gambut yang saat ini kondisinya kering dan mudah terbakar, cukup membuat Satuan Tugas Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan di daerah itu menjadi kewalahan memadamkan kebakaran lahan.
Masyarakat di kawasan selatan atau kawasan pesisir, khususnya Kecamatan Teluk Sampit dan Pulau Hanaut, saat ini sedang mendapat ujian berat.
Selain dihadapkan pada maraknya kebakaran lahan gambut, mereka juga kesulitan mendapatkan air bersih.
Danau dan sumur yang selama ini menjadi sumber air bersih, menjadi kering. Air sungai pun tidak layak dimanfaatkan karena berasa asin akibat intrusi air laut dan menjadi keruh.
Pemerintah Kecamatan Teluk Sampit sudah kewalahan solusi sehingga mereka meminta bantuan pemerintah kabupaten agar memasok air bersih ke kecamatan itu.
Kondisinya dinilai memburuk karena muncul masalah baru, yakni adanya warga yang terserang diare dan muntaber, diduga pengaruh kualitas air yang dikonsumsi.
Saat ini, kesulitan air bersih di Kotawaringin Timur bahkan meluas ke wilayah hulu sungai atau kawasan utara. Sumur mengering, sedangkan sungai surut dan keruh sehingga airnya kurang layak digunakan untuk konsumsi.
Kotawaringin Timur pernah mengalami krisis air bersih cukup parah pada 2015 akibat kemarau yang terjadi lebih dari lima bulan. Pemerintah daerah harus memasok air bersih dari Sampit ke desa-desa di sejumlah kecamatan di kawasan selatan. Saat itu juga terjadi bencana kabut asap parah yang membawa dampak buruk bagi masyarakat.
Kondisi seperti ini selalu menghantui setiap musim kemarau. Namun justru karena hampir rutin terjadi inilah, seharusnya penanggulangannya setiap tahun terus lebih baik dan diupayakan penanganan untuk jangka panjang.
Kebakaran lahan memang dipicu musim kemarau yang menyebabkan lahan menjadi kering dan mudah terbakar. Namun, hasil evaluasi pemerintah daerah menunjukkan bahwa kebakaran lahan yang terjadi sebagian besar akibat ulah manusia, sedangkan kemarau hanya kaitannya dengan tingkat potensi terjadinya kebakaran.
Sementara itu untuk kekeringan di lahan pertanian, sejatinya masih ada solusi karena ini berkaitan dengan pengaturan sistem pengairan atau irigasi. Apalagi, tidak mungkin juga petani membuka lahan pertanian terlalu jauh dari sumber air.
Dengan pembenahan sistem pengairan, kekeringan ratusan hektare padi seperti yang saat ini dialami petani di Desa Lempuyang, Kecamatan Teluk Sampit, secara bertahap diharapkan bisa diatasi.
Pernyataan Kepala Dinas Pertanian Kotawaringin Timur I Made Dikantara yang akan memprioritaskan pengusulan bantuan cetak sawah untuk lahan yang lokasinya dekat dengan sumber air, juga kebijakan tepat untuk mengantisipasi kekeringan saat kemarau.
Solusi Pipanisasi
Saat ini ada upaya yang sedang dilakukan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur untuk mengatasi krisis air bersih di kawasan pesisir yang sering terjadi saat kemarau, yakni program pipanisasi atau pemasangan jaringan pipa milik PDAM Tirta Mentaya Sampit.
Pemerintah memprogramkan pipa air bersih tersambung hingga Kecamatan Teluk Sampit yang merupakan kecamatan terujung di pesisir Kotawaringin Timur yang tersambung jalan darat.
Jaraknya dari pusat kota Sampit sekitar 85 kilometer sampai batas paling ujung Kecamatan Teluk Sampit.
Hingga saat ini, pemasangan pipa sudah melintasi Desa Sei Ijum, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan. Pembangunan pipa dilakukan bertahap karena terbatasnya anggaran.?
Jika pipa sudah terpasang hingga desa terujung maka krisis air bersih diperkirakan tidak terjadi lagi dan tidak perlu lagi pasokan air bersih dari Sampit menggunakan mobil tangki air.
Masyarakat berharap komitmen serius untuk memperjuangkan dan memprioritaskan penyelesaian pembangunan jaringan pipa air bersih tersebut.
Saat ini, masyarakat terpaksa mendapatkan air bersih dengan cara membeli. Satu tangki air isi 5.000 liter yang dipasok dari Sampit dihargai Rp400.000.
“Kalau jaringan pipa PDAM sudah sampai ke selatan maka kesulitan air bersih tidak terjadi lagi. Ini juga supaya fasilitas air bersih di objek wisata Pantai Ujung Pandaran juga tersedia dengan mudah sehingga wisatawan betah,” ujar Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi.
Direktur PDAM Tirta Mentaya Sampit Firdaus Herman Ranggan berharap pembangunan jaringan pipa hingga Desa Ujung Pandaran, Kecamatan Teluk Sampit segera rampung.
Selanjutnya, pihaknya akan fokus pada peningkatan produksi dan distribusi air bersih ke kawasan itu.
Pemerintah pusat juga turun membantu dengan mengambil peran membangun instalasi di beberapa kecamatan lainnya.
Saat ini tinggal koneksitas antarjaringan ke instalasi pengolahan air bersih.
Membangun Penyaringan
Langkah Direktorat Polairud Polda Kalimantan Tengah patut dicontoh. Mereka mempelopori membangun penyaringan air sungai dengan cara sederhana sehingga menjadi bersih dan lebih layak digunakan untuk berbagai keperluan.
Mereka menyedot air dari Sungai Mentaya, kemudian menyaringnya dengan cara sederhana namun hasilnya luar biasa. Air yang dihasilkan sangat jernih dan tidak berbau sehingga dinilai sangat layak.
Air disedot dari sungai dimasukkan kotak pertama berisi ijuk, kemudian dialirkan ke kotak berisi pasir zircon untuk mengikat zat besi dan merkuri.
Air kemudian dialirkan ke kotak berisi arang atau karbon untuk mematikan kuman, kemudian dialirkan ke kotak berisi batu ziolit untuk menyaring zat asam dan tambahkan mineral.
Proses itu sama sekali tidak menggunakan zat kimia karena semuanya dilakukan secara alami.
Setelah diendapkan, air hasil saringan sudah bisa dimanfaatkan. Hasilnya, air sungai yang tadinya berwarna cokelat menjadi putih bening, seperti air PDAM. Terobosan ini terbukti menghemat biaya.
Hanya modal awalnya yang sedikit besar karena harus membangun tempat penampungan air permanen dari beton. Biaya yang dikeluarkan tergantung ukuran bak yang dibangun.
Selanjutnya, biaya produksi yang dikeluarkan hanya untuk listrik mesin pompa air untuk menarik air sungai ke bak-bak penyaringan. Itu pun listrik dipakai hanya ketika mesin pompa air dihidupkan.
Direktur Polairud Polda Kalimantan Tengah Kombes Badarudin merasa prihatin dengan kondisi saat ini karena masyarakat di pinggir sungai justru kesulitan air bersih.
Kualitas air sungai tidak bagus, bahkan air sumur pun kurang layak karena keasaman yang tinggi.
Kondisi itulah yang memunculkan kreativitas sehingga merealisasikan tempat penyaringan air sungai.
Sebelum pembangunan, semua hal terkait proses penyaringan air sungai, sudah dipelajari agar pembangunannya tidak sampai gagal.(ant/*)