Serang – Setidaknya 246 dari 966 Tempat Pemungutan Suara (TPS), rawan terjadinya kecurangan yang mengarah ke politik uang atau money politik. Hal itu diungkapkan Panwaslu Kota Serang dalam rilisnya di Kantor Panwaslu, Minggu (24/6/2018).
“Ada 246 TPS rawan terjadi pelanggaran dan ini berdasarkan kajian dari Pilkada sebelumnya,” kata Ketua Panwaslu Kota Serang Rudi Hartono.
Rudi menjelaskan, kategori kerawanan terjadinya pelanggaran yakni money politik di TPS para pasangan calon maupun posko simpatisan para peserta pilkada.
“Ada kategori broker yang suka bagi bagi uang, TPS Paslon misalkan biasanya tidak mau kalah, ketika ada indikasi seperti itu adalah kategori kerawanan,” jelasnya.
Selain itu, TPS yang terdapat pemilih disabilitas masuk dalam kategori kerawanan terjadinya pelanggaran. Maka itu, perlu adanya pelayanan yang maksimal untuk akses pemilih agar bisa menyalurkan haknya.
“Mayoritas kategori di pemilih yang ada disabilitas, karena kita juga ingin memastikan teman teman disabilitas mendapatkan akses yang layak,” lanjutnya.
Sementara itu, untuk tingkat kerawanan konflik antar pendukung Panwaslu menilai tidak terlalu tinggi tingkat kerawanannya.
“Dari Pilgub kemarin dan pilkada sebelumnya, untuk kekerasan fisik tidak ada karena semuanya lancar sebelumnya, bentrok antar masyarakat tidak ditemukan,” ungkapnya.
Rudi juga menegaskan, pengawasan pun akan dilakukan di tingkat penyelenggara pemilu. Pasalnya tingkat kerawanan di TPS juga ada pada penyelenggaraannya.
“TPS yang juga penyelenggaranya tidak netral, itu kategori rawan juga, jadi tidak hanya peserta dan masyarakat nya saja, penyelenggara juga kita akan awasi,” tegasnya.
Hal yang sama terjadi di Kabupaten Lebak. Panwaslu Lebak mendata, dari 1.897 TPS, ada sekitar 952 TPS yang dianggap rawan berdasarkan 15 indikator kerawanan.
Odong Hudori, Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Panwaslu Lebak menyebut, jumlah tersebut hampir mencapai angka 50,18 persen dari jumlah total TPS yang ada.
“Tujuan kami memetakan TPS rawan ini selain untuk pencegahan upaya pelanggaran, juga untuk menyediakan data yang basisnya TPS,” ujar Odong kepada wartawan di kantor Panwaslu Lebak, Minggu (24/6/2018).
Odong menyebutkan, dari 15 indikator, di Kabupaten Lebak terdapat angka tertinggi yang terjadi di 328 TPS dengan indikator ke 4 (empat) terkait kewilayahan, 253 TPS dengan indikator ke 2 (dua) yaitu adanya masyarakat yang tidak memenuhi syarat tetapi terdaftar di dalam daftar pemilih tetap (DPT).
Disinggung soal banyaknya TPS rawan dengan indikator ke 2, Odong mengaku telah mempunyai by name by adres dan telah merekomendasikan agar formulir C6 yang menjadi persyaratan untuk penyaluran hak suara untuk tidak diberikan ke pihak bersangkutan, karena tidak memenuhi persyaratan pemilih.
“Kami akan melakukan patroli pengawasan extra disetiap TPS yang dianggap rawan. Untuk proses pengawasannya kita bagi tiga zona, selatan, utara dan tengah,” ujarnya.
Sementara, ketua Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu) Provinsi Banten Didi M Sudi mengatakan, dalam masa tenang ini pihaknya telah memfokuskan empat hal, yaitu memastikan tidak adanya kampanye bentuk apapun, memonitoring transaksi keuangan yang mempengaruhi pemilih, mengawasi ujaran kebencian dan memastikan semua alat peraga kampanye di turunkan.
Selain itu, pihaknya akan terus melakukan patroli pengawasan terhadap TPS yang dianggap rawan dengan memiliki salah satu dari 15 indikator tersebut.
Dirinya menegaskan kepada masyarakat, jika terdapat hal yang dianggap melanggar, maka masyarakat diharuskan untuk mengklarifikasi hal tersebut terlebih dahulu.
“Setiap ada isu kami akan klarifikasi, karena kami tidak bisa asal menuntut, kami harus terlebih dahulu menelusuri kebenaran dari isu tersebut,” tegasnya. (red/man)