Jakarta – Sebanyak 13.525 siswa terbaik dari sembilan bidang sains dinyatakan lolos, dan siap bersaing lagi dalam Olimpiade Sains tingkat Provinsi (OSP) secara serentak pada 17-19 April 2018.
OSP merupakan seleksi penentuan, lolos atau tidaknya mereka ke tingkat yang lebih tinggi lagi, yakni Olimpiade Sains Nasional (OSN) yang akan dilaksanakan di Padang, Sumatra Barat, 1-7 Juli 2018.
Direktur Pembinaan SMA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Purwadi Susanto mengatakan sebanyak 13.525 siswa dari 34 provinsi di Indonesia ini bersaing merebut kesempatan berlaga ke tingkat nasional dalam sembilan bidang lomba sains, yaitu Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Komputer, Astronomi, Ekonomi, Kebumian, dan Geografi.
“Persaingan pastinya akan berlangsung ketat, karena mereka ini merupakan siswa-siswa terpilih yang telah membuktikan kemampuan diri dalam seleksi kabupaten atau kota yang dilaksanakan pada 28 Februari lalu,” ujar Purwadi di Jakarta, Rabu (18/4/2018).
Dalam OSP 2018 ini, dia melanjutkan, Provinsi Jawa Timur menjadi provinsi terbanyak yang mengikutkan peserta ke ajang seleksi provinsi, yaitu 1.149 siswa. Sedangkan Kalimantan Utara, hanya meloloskan 48 siswanya ke ajang OSP 2017.
Kendati begitu, perbandingan ini tidak serta merta menjadi patokan, karena dalam kenyataannya OSP dan OSN selalu memunculkan kejutan tidak terduga. Semua provinsi memiliki kesempatan dan peluang yang sama.
Dia menyatakan, tujuan diadakannya seleksi olimpiade sains ini adalah untuk memfasilitasi dan menjaring siswa SMA yang memiliki potensi, bakat, dan minat dalam bidang sains. Adapun dalam rangka mendukung suskesnya perhelatan kompetisi sains tahunan ini, seluruh provinsi sudah menyatakan siap untuk menyumbangkan bibit-bibit terbaik.
“Olimpiade ini kita laksanakan secara berjenjang, harapannya adalah memberi kesempatan yang sama kepada seluruh siswa SMA untuk berkompetisi. Jadi tidak ada batasan, misalnya, hanya sekolah-sekolah bonafit atau tertentu saja yang bisa ikut. Semua punya kesempatan sama, baik itu sekolah yang ada di kota sampai yang di pelosok,” ujar dia.
Purwadi mengatakan, seleksi berjenjang dengan tingkat kesulitan dan tantangan berbeda-beda secara tidak langsung juga akan menseleksi dan membentuk karakter peserta. Lewat seleksi berjenjang, siswa tidak lantas berpuas diri dengan pencapaian di tingkat sebelumnya, karena harus mempersiapkan diri ke level persaingan seleksi berikutnya yang lebih tinggi.
Siswa dibiasakan untuk terus meningkatkan kualitas diri sehingga tumbuh menjadi sosok yang selalu siap menghadapi segala tantangan di depan. Dalam hal ini, tentunya, siswa juga butuh dukungan banyak pihak.(rol)