Internasional – Sri Lanka mencabut sementara aturan jam malam di Kandy pada Kamis (8/3/2018), setelah bentrokan antara komunitas Buddha dan Muslim di kota itu mereda.
“Situasi sudah membaik dan tidak ada insiden kekerasan besar dilaporkan dalam 12 jam belakangan,” ujar komandan tentara di daerah Kandy, Rukman Dias, sebagaimana dikutip Reuters.
Jam malam ini diberlakukan setelah bentrok antara warga Buddha dan Muslim pecah pada Minggu (4/3). Bentrokan pecah setelah seorang sopir Buddha Sinhala meninggal dunia beberapa hari setelah bertengkar dengan empat warga Muslim di Kandy.
Tak lama setelah pemakaman sang sopir, kepolisian melaporkan bahwa sekelompok warga Buddha menyerang dan membakar toko-toko milik Muslim di distrik tersebut.
Menteri Dalam Negeri Sri Lanka, Sarath Amunugama, mengatakan bahwa kekerasan ini dipicu oleh oknum dari luar Kandy.
“Ada konspirasi yang terorganisir di balik insiden ini,” kata Sarath Amunugama kepada wartawan di Kolombo.
Pemerintah pun memutuskan untuk memblokir akses sejumlah jejaring sosial dan aplikasi komunikasi, seperti Facebook dan Whatsapp selama tiga hari, terhitung mulai Rabu (7/3).
Ketegangan antara masyarakat Buddha dan Muslim di Sri Lanka sudah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Umat Buddha garis keras menuding Muslim di sana memaksa orang-orang memeluk agama Islam atau merusak situs arkeologi Buddha.
Sejak krisis kemanusiaan di Myanmar memburuk Agustus 2017 lalu, banyak umat Buddha Sri Lanka memprotes kedatangan pengungsi Muslim Rohingya di negaranya.
Beberapa Buddha nasionalis juga memprotes kehadiran pengungsi Muslin Rohingya dari Myanmar yang mayoritas Buddha. Di kedua negara ini, nasionalisme Buddha terus meningkat.
Sri Lanka sendiri masih dalam masa penyembuhan dari perang sipil selama 26 tahun melawan separatis Tamil yang berakhir pada tahun 2009. (has)