Serang – Program pengobatan gratis bermodal KTP menjadi andalan saat kampanye Wahidin Halim-Andika Hazrumy. Program ini rencananya menjaring 2 juta penduduk Banten yang belum memiliki jaminan kesehatan.
Begitu terpilih, Wahidin dan Andika mencoba merealisasikan janjinya ini. Gubernur menjadikan agenda ini sebagai prioritas. Terakhir Pemprov bahkan mengirimkan surat koordinasi dan konsultasi ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengenai rencana pengobatan gratis bermodal KTP pada 17 Januari 2018.
Surat itu berbalas pada Selasa (13/2) lalu dengan beberapa pandangan. Kemenkes menilai, berdasarkan Undang-undang No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosian Nasional dan Undang-undang No 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan mengatakan bahwa jaminan kesehatan harus terpadu dan menyeluruh.
Kemudian ditegaskan oleh Kemenkes bahwa program jaminan kesehatan daerah harus diintegrasikan program jaminan kesehatan nasional. Ini ditegaskan dalam Permendagri No 134 tahun 2017 tentang Perubahan atas Permendagri No 33 tahun 2017 tentang Pedoman Anggararan Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2018.
Oleh sebab itu, Kemenkes menilai bahwa tidak ada rujukan hukum bagi Pemprov Banten untuk menyelenggarakan program pengobatan gratis bermodal KTP. Karena program kesehatan harus diintegrasikan dengan program jaminan kesehatan nasional milik pemerintah pusat. Cita-cita yang dibangun adalah kepesertaan menyeluruh Universal Health Coverage.
“Itu sudah jelas, itu (berobat gratis dengan KTP) tidak sesuai dengan Undang-udang BPJS. Silahkan (dilaksanakan), Tapi melanggar undang-undang. Dia kan mau mengelola sendiri uangnya, itu nggak boleh” kata Sekjen Kemenkes Untung Suseno Sutarjo seperti diberitakan laman Detik Com pada Senin (5/3/2018).
Ia mengatakan, jika ingin turut membantu warga dalam jaminan kesehatan. Pemprov menurutnya bisa saja membayar 2 juta warga yang belum memiliki jaminan kesehatan di Banten. Tapi, sesuai dengan aturan, pengelolaan menurutnya ada di pihak BPJS dan bukan di Pemda.
Layanannya pun menurutnya tak terbatas hanya di Banten. Setiap rumah sakit bahkan di luar daerah dapat memberikan pelayanan kesehatan.
Untung melanjutkan, program yang dimiliki Pemprov Banten juga rawan menemui kegagalan. Karena, ada contoh daerah yang gagal menerapkan jaminan kesehatan lewat pengelolaan mandiri pemerintah daerah. Ia bahkan menyarankan, Banten mengikuti apa yang dilakukan oleh Pemda di Aceh yang membayar sekian rupiah untuk kepesertaan warganya melalui BPJS.
“Tapi kalau dia bayar ke BPJS, mau warganya di Banten, lagi ke Jakarta, Surabaya dia bisa dilindungi,” katanya.
Wahidin sendiri bersikukuh akan melaksanakan program ini. Pemda menurutnya tetep akan mengintegrasikan berobat gratis menggunakan KTP menjadi program Pemprov. Alasan integrasi yang diberikan Kemenkes menurutnya itu sama dengan Jamkesda atau Jamkesmas. Di samping itu, bidikan program ini adalah warga Banten yang betul-betul belum memiliki jaminan kesehatan dari pemerintah.
“Beda pendapat, kalau kita tetap mengintegrasikan. Hanya persoalannya yang belum punya BPJS mau diapain,” ujar Wahidin di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B).
Menurutnya, ada kewajiban Pemda dalam membantu warga menerima kesehatan gratis. Ia menilai, APBN dinilai terlalu berat jika harus menanggung seluruh biaya kesehatan.
“Kita berpegang pada aturan yang mewajibkan masyarakat untuk memiliki BPJS. Tapi ketika ada kewajiban yang belum dilaksakanan, pemerintah salahnya di mana?” ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah menilai program kesehatan gratis menggunakan KTP sudah tidak relevan karena bertentangan dengan aturan dan regulasi di atasnya. Meskipun menurutnya, antara Pemda dan DPRD sudah sepakat mengalokasikan anggaran untuk peningkatan pelayanan kesehatan.
Akan tetapi, Asep menegaskan bahwa alokasi anggaran tersebut tidak eksplisit untuk berobat gratis menggunakan KTP. Seingatnya, itu adalah anggaran untuk pembayaran BPJS warga yang mandek pembayarannya.
“Niat gubernur sesuatu yang baik, tapi tata kelola pemerintahan harus mengacu pada aturan di atasnya. Artinya berobat menggunakan KTP sudah tidak relevan,” katanya.
Meskipun jika gubernur tetap menjalankan program ini, menurutnya itu hanya bisa dilakukan sebatas di Banten. Ia menyarankan, lebih baik Pemrov meningkatan layanan fasilitas kesehatan di rumah sakit yang ada di Banten.
“Persoalan janji kampanye kalau melabrak aturan bisa menjadi temuan hukum,” ujarnya.
(bri/asp)