Tangerang – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banten mewaspadai penyelewengan dana hibah menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Banten 2017.
Berdasarkan evaluasi penyelenggaraan Pilkada langsung tahun 2005-2014, salah satu masalah krusial adalah pemanfaatan APBD untuk kepentingan pemenangan salah satu calon.
“Satu tahun menjelang Pilkada, angka dana hibah dan bansos biasanya melambung tinggi,” kata M Taufiq MZ, tenaga ahli Bawaslu Banten di Serpong, Kota Tangerang Selatan, Kamis (16/11/2016).
Ia menerangkan, berkaca dalam Pilgub Sumatera Selatan 2013, Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk dilakukan Pemungutan Suara Ulang di empat kabupaten dan kota di Sumatera Selatan.
Taufiq bilang, alasannya karena petahana melakukan penyelewengan APBD sebesar Rp1,4 triliun. Kemudian juga pada temuan menjelang Pilgub Banten 2011 lalu.
Berdasarkan penelusuran lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW), Pemerintah Banten menyalurkan dana hibah dan bansos sebesar Rp391 miliar. Jumlah tersebut melonjak hingga Rp74 miliar dari periode 2009.
“Dana hibah dan bansos diberikan kepada 221 organisasi dan forum. Nilai kerugian mencapai Rp34,9 miliar. Masalah seperti ini jangan sampai terulang di Pilgub Banten 15 Februari besok,” terang Taufiq.
Bawaslu Banten, lanjutnya, berpendapat bahwa dana hibah dan bansos boleh dicairkan selama mengikuti beberapa ketentuan yang berlaku. Diantaranya, telah dilakukan perencanaan sebelumnya.
Diberikan kepada lembaga yang berhak dan berbadan hukum. Melalui verivikasi yang benar, tidak dihadiri oleh pasangan calon atau tim sukses.
“Tidak disertai dengan pesan-pesan kampanye untuk memenangkan salah satu paslon, baik berupa pemasangan Alat Peraga Kampanye, penyebaran bahan kampanye, atau ajakan untuk mendukung,” tambah Taufiq. (yud/K6)