Serang – Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan mengatakan anggaran dana kesehatan di Banten rawan terjadi korupsi. Sektor ini, masuk dalam 5 sektor paling besar potensinya di banding sektor lain.
Berdasarkan pantauan ICW dari hasil penegakan hukum oleh KPK, kepolisian dan kejaksaan, penegakan hukum banyak menangkap pejabat yang menempati dinas sampai oknum rumah sakit. Dan item objek yang paling rawan terjadinya korupsi terdapat di pengadaan alat kesehatan (alkes) dan obat.
“Dua bagian ini paling rawan dikorupsi. Karena anggaran besar ada di situ,” kata aktivis ICW Ade Irawan dalam diksusi publik dengan tema ‘Sakitnya Korupsi Kesehatan’ di Serang, Banten, Kamis (22/11/2018).
Alkes yang jadi bagian perangkat rumah sakit, jadi bagian paling besar penyerapan anggarannya. Biasanya, modus korupsi alat ini menggunakan substitusi. Artinya, membeli alat-alat lebih murah dengan mark up harga. Pengadaan obat, hasil temuan ICW misalkan ada rumah sakit yang membeli obat dengan harga murah karena memiliki waktu kadaluarsa yang singkat.
“Pengadaan di sektor ini sulit diawasi. beda dengan mengawasi proyek infrastuktur. Pengadaan di kesehatan termasuk yang membingungkan dan sulit diawasi,” katanya.
Ia mengatakan, paska ditangkapnya gubernur Banten Atut Chosiyah beebrapa tahun ke belakang, sektor ini jadi yang paling tinggi potensi korupsinya. Temuan pengaturan mulai dari proses tender sampai penentuan pemenang sudah diatur sedemikian rupa. Menurutnya, ICW khawatir praktek terebut masih terulang sampai sekarang.
Sementara, temuan dari aktivis Banten Bersih Gufroni mengatakan, ada 11 kasus sektor kesehatan sepanjang 2010-2018. Total ada 24 tersangka dalam sektor ini dengan temuan kerugian Rp 112 miliar.
“Korupsinya mulai dari pembangunan puskesmas, alkes, dana jasa pelayanan sampai pengadaan genset untuk rumah sakit,” katanya.
Inspektur Pembantu Wilayah III Dicky Hardiana tidak membantah temuan di atas. Menurutnya, memang ada kelemahan dalam perencaanaan anggaran yang ada di Banten. Misalkan, pengadaan alat operasi, tidak menghitung soal kebutuhan listrik dan elemen pendukungnya sampai ketersediaan SDM dan operasional.
“Perencanaan juga kurang cermat dan tidak memahami pengetahuan dasar (alat),” katanya.
Tapi, menurutnya, Inspektorat sudah bekerja sama dengan KPK untuk membenahi sektor ini mulai dari standar pengadaan dan SDM lingkungan Pemprov. (red)