Jakarta – Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, menilai keresahan masyarakat soal banyaknya tenaga kerja asing (TKA) asal Tiongkok beralasan. Pasalnya, ia maupun Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dhakiri, pernah melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan menemukan fakta soal banyaknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ilegal.
“Maka harusnya pemerintah memberikan jawaban resmi, harus ada data yang valid dan resmi. Jangan setiap lembaga memberikan data yang berbeda-beda, terutama data kedatangan,” kata Fahri di gedung DPR, Jakarta, Jumat, 23 Desember 2016.
Menurutnya, setiap orang yang datang ke Indonesia dari garis pantai dan lapangan terbang manapun pasti tercatat di kantor Imigrasi. Dirjen Imigrasi harus memberikan data jumlah sampai hari ini soal warga negara asing atau warga negara Tiongkok.
“Pasti ada datanya dan terdata. Setelah dia terdata, lalu berapa dari mereka yang merupakan tenaga kerja? Sebab, tenaga kerja terdata di Dirjen Imigrasi. Lalu, berapa yang merupakan turis murni? Karena turis murni ada batasannya maksimal satu bulan,” kata Fahri.
Ia menegaskan data-data ini perlu disampaikan. Sehingga tak perlu Presiden membandingkan soal banyaknya warga negara Indonesia yang bekerja di negara lain sebagai TKA.
“Sebab, yang membuat masyarakat gelisah itu bukan sekadar tenaga kerjanya, ini legal atau tidak legal. Kalau legal, apa dasar legalitasnya karena ada undang-undang yang mengatur spesifikasi dan kriteria TKA,” ujar Fahri.
Dalam UU sudah diatur bahwa Indonesia tidak menerima pegawai rendahan seperti buruh. TKA yang diterima hanya yang profesional dan memiliki keahlian khusus. Keahlian khusus yang diatur dalam UU ini bisa diajarkan kepada orang lokal.
“Dalam temuan saya waktu saya sidak di Banten, orang itu (TKA), benar-benar tidak bisa bahasa lain hanya bahasa China. Jadi ini harus dijawab, kalau banyak ditemukan saya lihat juga di video Pak Hanif beliau ngajak ngomong (TKA) juga tidak bisa,” kata Fahri.
Ia menegaskan UU dan Peraturan Menaker sudah mengatur spesifikasi tenaga kerja asing yang disahkan dan dilegalkan bekerja di Indonesia. Sehingga mempekerjakan tenaga kerja asing secara diam-diam, baik perorangan atau badan, tidak dibenarkan dan melanggar hukum.
“Ini yang saya minta. Jubir duduklah, Menteri Tenaga Kerja, Dirjen Imigrasi duduk bertiga hadapi media lalu talkshow tanya jawab. Ini loh datanya, ini datanya, titiknya di sini, di sini, di sini. Kegelisahan rakyat jangan dibiarkan berkembang. Sebab ini bisa menjadi sumber disinformasi dan setiap keresahan ini menjadi fungsi kerawanan lebih lanjut. Ini harus disetop,” kata Fahri.
Sebelumnya, Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie mengakui jika China merupakan negara paling tinggi yang masyarakatnya masuk ke Indonesia sepanjang 2016 ini. Berdasarkan datanya, lebih dari satu juta warga China yang masuk ke Indonesia dari berbagai keperluan, mulai dari kunjungan wisata hingga bekerja di Indonesia.
“Jumlah yang masuk selama 2016, China terbanyak yakni 1.329.857 orang. Angka itu 15,60 persen dari warga asing yang masuk ke Indonesia selama 2016. Angka ini tercatat sampai 18 Desember 2016,” kata Ronny.
Dia menjelaskan, China merangsek ke posisi pertama, setelah sebelumnya Singapura menduduki paling tinggi pertama warganya yang masuk ke Indonesia pada 2015 lalu. “Pada 2015, Singapura pertama dengan 1.439.500 orang, China pada 2015 di posisi kedua,” kata Ronny.
Dari catatannya, ada kenaikan sebanyak dua persen warga China yang masuk ke Indonesia jika dikaitkan dengan periode yang sama tahun lalu. “Banyak yang berubah, ini mungkin karena ada kemudahan masuk, ada pula visa bebas kunjungan, dan perubahan itu sangat intens, termasuk adanya pekerja China,” kata dia.
Sumber: Viva